"Jangan berpikir aku telah mencintainya, belum. Bagaimana bisa kita mencintai seseorang yang hanya kita kenal lewat suara? Sebuah omong kosong, bukan? Tapi, rasa yang ada di dada ini tak tahu harus kugambarkan bagaimana… Tapi, tetap saja saya bersikukuh, saya belum mencintainya. Sedang dalam proses mungkin ^_^"
Memutuskan menikah dengan seorang lelaki yang belum kita kenali merupakan sebuah keberanian besar buatku. Yah, dahulu aku pernah berkata takkan mau menikah dengan lelaki yang baru kukenali. Harus kenal luar dalam. Tapi ternyata semua itu tak berlaku kini, saat seorang lelaki datang dan menawarkan sebuah ikatan pernikahan. Seorang lelaki yang wajahnya pun tak sanggup kuingat -sebab kami hanya bertemu sekali. Dan satu lagi, dia adalah lelaki tercuek yang pernah kutemui. Sungguh, dahulu aku pun berkata hanya ingin menikah dengan lelaki yang penuh perhatian. Kini, semua ketak inginanku seolah berbalik dan tertawa padaku…. benarlah sebuah potongan kalimat (tak berani saya menuliskan potongan hadits, ingatanku ragu), cintailah sesuatu sekedarnya bisa jadi kelak kau akan membencinya dan bencilah sesuatu sekedarnya sebab bisa jadi kelak kau akan mencintainya.
Jangan berpikir aku telah mencintainya, belum. Bagaimana bisa kita mencintai seseorang yang hanya kita kenal lewat suara? Sebuah omong kosong, bukan? Tapi, rasa yang ada di dada ini tak tahu harus kugambarkan bagaimana… Tapi, tetap saja saya bersikukuh, saya belum mencintainya. Sedang dalam proses mungkin ^_^
Menikah itu bukan mencari yang cocok, tapi sebuah usaha mencocokkan yang berbeda. Sepotong kalimat yang terekam di kepalaku. Sebuah petuah dari seorang kakak. Dan itulah yang menjadi setitik kekuatan untuk terus melanjutkan langkahku ini menuju sebuah kata “pernikahan”. Saya dan dia tidak bisa dikatakan cocok, bahkan mungkin lebih banyak hal yang bertolak belakang antara kami. Tapi, sekali lagi pernikahan tak selamanya mempertemukan yang cocok, mungkin akan lebih indah jika yang dipertemukan adalah beda.
Menikah itu harus jelas niatnya. Dan niat kami Insya Allah jelas, beribadah padaNya, menggenapkan separuh dien kami, menjadi salah satu ummat Muhammad dengan mengikuti sunnahnya. Cukuplah itu yang menjadi satu kecocokan buat kami (yang lainnya nanti dicocokkan). Dan mungkin, niat itu pulalah yang menggerakkan hati kecil ini untuk memantapkan langkah saat berada pada situasi ini *memutuskan bersedia menikah dengan lelaki itu*.
Menikah itu tak semudah mengucapkannya, menikah itu serupa memasuki neraka kecil. Sebuah kalimat lain yang hinggap di telingaku tanpa sengaja. Mungkin jika hati ini tak yakin, maka cukuplah kalimat itu menjadi sebuah godam untuk meruntuhkan keyakinan yang mulai semi. Yah, pernikahan bisa jadi neraka saat masing-masing masih kukuh dengan egonya, saat tak ada sikap saling menerima dan memahami satu sama lain. Dan kebanyakan orang akan menganggap mereka akan bisa saling memahami “hanya” dengan orang yang cocok dengan diri mereka. Hal tersebut pastilah sangat bagus, menikah dengan orang yang sejiwa dengan kita , soulmate. Tapi, mereka pun tak boleh lupa firman Allah dalam surah Al Baqarah:216 “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu.” Dan jikalau pernikahan serupa naraka kecil, mungkin saja itu yang terbaik buat kita dalam pandanganNya…
Memutuskan menikah dengan lelaki itu bukanlah hal mudah dan jalan ke sana masih merupakan sebuah perjalanan dan pendakian yang panjang. Saat ini yang bisa kami lakukan hanya berusaha semampu kami mencapai niat kami. Hasilnya tetap kami pasrahkan pada Sang Maha Tahu. Tapi, setidaknya dalam proses yang kulalui saat ini, sebuah pelajaran dapat kupetik untuk tidak terlalu mementingkan standar khusus dalam memilih pasangan hidup,,, sebab kita bukan akan menikah dengan seorang malaikat, tapi dengan seorang manusia yang penuh dengan kekurangan…
dalam debar yang tak tentu
menanam harap
menanti masa
dengan kesabaran
dengan kepasrahan
bilakah tiba masa indah itu
masa dimana kau akan datang menjemput…
*Bila Allah berkehendak, maka tak ada yang tak mungkin*.
Jangan berpikir aku telah mencintainya, belum. Bagaimana bisa kita mencintai seseorang yang hanya kita kenal lewat suara? Sebuah omong kosong, bukan? Tapi, rasa yang ada di dada ini tak tahu harus kugambarkan bagaimana… Tapi, tetap saja saya bersikukuh, saya belum mencintainya. Sedang dalam proses mungkin ^_^
Menikah itu bukan mencari yang cocok, tapi sebuah usaha mencocokkan yang berbeda. Sepotong kalimat yang terekam di kepalaku. Sebuah petuah dari seorang kakak. Dan itulah yang menjadi setitik kekuatan untuk terus melanjutkan langkahku ini menuju sebuah kata “pernikahan”. Saya dan dia tidak bisa dikatakan cocok, bahkan mungkin lebih banyak hal yang bertolak belakang antara kami. Tapi, sekali lagi pernikahan tak selamanya mempertemukan yang cocok, mungkin akan lebih indah jika yang dipertemukan adalah beda.
Menikah itu harus jelas niatnya. Dan niat kami Insya Allah jelas, beribadah padaNya, menggenapkan separuh dien kami, menjadi salah satu ummat Muhammad dengan mengikuti sunnahnya. Cukuplah itu yang menjadi satu kecocokan buat kami (yang lainnya nanti dicocokkan). Dan mungkin, niat itu pulalah yang menggerakkan hati kecil ini untuk memantapkan langkah saat berada pada situasi ini *memutuskan bersedia menikah dengan lelaki itu*.
Menikah itu tak semudah mengucapkannya, menikah itu serupa memasuki neraka kecil. Sebuah kalimat lain yang hinggap di telingaku tanpa sengaja. Mungkin jika hati ini tak yakin, maka cukuplah kalimat itu menjadi sebuah godam untuk meruntuhkan keyakinan yang mulai semi. Yah, pernikahan bisa jadi neraka saat masing-masing masih kukuh dengan egonya, saat tak ada sikap saling menerima dan memahami satu sama lain. Dan kebanyakan orang akan menganggap mereka akan bisa saling memahami “hanya” dengan orang yang cocok dengan diri mereka. Hal tersebut pastilah sangat bagus, menikah dengan orang yang sejiwa dengan kita , soulmate. Tapi, mereka pun tak boleh lupa firman Allah dalam surah Al Baqarah:216 “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu.” Dan jikalau pernikahan serupa naraka kecil, mungkin saja itu yang terbaik buat kita dalam pandanganNya…
Memutuskan menikah dengan lelaki itu bukanlah hal mudah dan jalan ke sana masih merupakan sebuah perjalanan dan pendakian yang panjang. Saat ini yang bisa kami lakukan hanya berusaha semampu kami mencapai niat kami. Hasilnya tetap kami pasrahkan pada Sang Maha Tahu. Tapi, setidaknya dalam proses yang kulalui saat ini, sebuah pelajaran dapat kupetik untuk tidak terlalu mementingkan standar khusus dalam memilih pasangan hidup,,, sebab kita bukan akan menikah dengan seorang malaikat, tapi dengan seorang manusia yang penuh dengan kekurangan…
dalam debar yang tak tentu
menanam harap
menanti masa
dengan kesabaran
dengan kepasrahan
bilakah tiba masa indah itu
masa dimana kau akan datang menjemput…
*Bila Allah berkehendak, maka tak ada yang tak mungkin*.
0 comments:
Post a Comment