Sudah bukan menjadi kalimat yang asing, jika tanpa sengaja kita melihat seorang anak laki-laki menangis, ibu dari si anak itu langsung refleks berujar..
“Nak….jangan nangis gitu dong, kamu kan anak laki-laki, harus kuat ah ngga boleh nangis“
"ketika aku disela kesendirianku sering menangis...
menangisi kelemahanku, ketidakberdayaanku...
sebuah kalimat muncul...
kamu laki-laki atau bukan sih?"
Kalimat itu refleks saja keluar dari mulut seorang ibu mungkin semata-mata sebenarnya tidak sedang ingin memberi identitas menangis = lemah pada anak laki-laki nya, bisa juga saat ucapan itu keluar dari mulut si ibu, dia hanya ingin anak laki-laki nya itu diam, dan karena dia sudah kehabisan ide menghentikan tangisnya si anak itu dengan kata-kata yang pas, akhirnya meluncur lah kalimat tadi.
Padahal di lubuk hati terdalamnya si ibu itu pasti setuju, betapa sangat indah nya cara kerja airmata dalam memelihara keseimbangan tubuh kita baik fisik maupun mental.
Secara fisik, airmata mampu membersihkan mata kita jika dalam satu waktu ada kotoran yang masuk dengan tidak sengaja ke dalam cairan bening dalam bola mata kita (dimana ukuran partikel kotorannya tidak lebih besar dari debu tentu saja). Secara mental, airmata itu keluar biasanya bersamaan dengan seluruh energi negatif, pikiran buruk dan sampah-sampah emosi, sehingga jiwa kita justru menjadi “enteng” sesudahnya.
Sesungguhnya Allah yang Maha menciptakan pasti sudah sangat memperhitungkan semua hasil ciptaannya, termasuk fungsi dari si airmata ini.
So…jangan ragu untuk menangis, buang sampah-sampah emosi kita lewat airmata dalam tangisan, tapi yang namanya sampah, yaa.. dibuangnya juga jangan sembarangan, jangan sampai orang merasa terganggu karena aroma busuknya si “sampah”. Ada fasilitas do’a dan shalat (bagi umat islam) dimana airmata dalam tangisan haru do’a dan shalat kita malah menjadi elemen yang sangat bisa membuat kedamaian luar biasa di dalam hati kita.
Stop labelling anak-anak laki-laki yang suka menangis itu lemah. Menangis itu menjadi hak untuk anak laki-laki atau perempuan, sama juga dengan kata “tegar” yang juga berhak menjadi identitas bagi perempuan, karena ujian hidup ini tidak pandang bulu, tidak harus terjadi pada laki-laki saja, perempuan pun mengalaminya. Apa jadinya jika hanya laki-laki saja yang harus “tegar” sementara perempuan boleh “lemah” (karena sering juga saya mendengar “menangis” itu hanya boleh ditunjukkan oleh kaum perempuan, tapi boleh begitu juga bukan karena manfaatnya, tapi lebih kepada labelling nya yang menunjukkan “lemah” itu menjadi trade mark nya kaum perempuan).
Airmata dalam tangisan itu tidak ada hubungannya dengan tegar atau lemah, tapi tentu saja penggunaannya harus semestinya, sehingga manfaatnya juga akan terasa buat kita tanpa mengganggu sekitar kita tentu saja.
sumber : http://kesehatan.kompasiana.com/group/kejiwaan/2010/10/10/ketika-menangis-itu-tidak-identik-dengan-lemah/
menangisi kelemahanku, ketidakberdayaanku...
sebuah kalimat muncul...
kamu laki-laki atau bukan sih?"
Kalimat itu refleks saja keluar dari mulut seorang ibu mungkin semata-mata sebenarnya tidak sedang ingin memberi identitas menangis = lemah pada anak laki-laki nya, bisa juga saat ucapan itu keluar dari mulut si ibu, dia hanya ingin anak laki-laki nya itu diam, dan karena dia sudah kehabisan ide menghentikan tangisnya si anak itu dengan kata-kata yang pas, akhirnya meluncur lah kalimat tadi.
Padahal di lubuk hati terdalamnya si ibu itu pasti setuju, betapa sangat indah nya cara kerja airmata dalam memelihara keseimbangan tubuh kita baik fisik maupun mental.
Secara fisik, airmata mampu membersihkan mata kita jika dalam satu waktu ada kotoran yang masuk dengan tidak sengaja ke dalam cairan bening dalam bola mata kita (dimana ukuran partikel kotorannya tidak lebih besar dari debu tentu saja). Secara mental, airmata itu keluar biasanya bersamaan dengan seluruh energi negatif, pikiran buruk dan sampah-sampah emosi, sehingga jiwa kita justru menjadi “enteng” sesudahnya.
Sesungguhnya Allah yang Maha menciptakan pasti sudah sangat memperhitungkan semua hasil ciptaannya, termasuk fungsi dari si airmata ini.
So…jangan ragu untuk menangis, buang sampah-sampah emosi kita lewat airmata dalam tangisan, tapi yang namanya sampah, yaa.. dibuangnya juga jangan sembarangan, jangan sampai orang merasa terganggu karena aroma busuknya si “sampah”. Ada fasilitas do’a dan shalat (bagi umat islam) dimana airmata dalam tangisan haru do’a dan shalat kita malah menjadi elemen yang sangat bisa membuat kedamaian luar biasa di dalam hati kita.
Stop labelling anak-anak laki-laki yang suka menangis itu lemah. Menangis itu menjadi hak untuk anak laki-laki atau perempuan, sama juga dengan kata “tegar” yang juga berhak menjadi identitas bagi perempuan, karena ujian hidup ini tidak pandang bulu, tidak harus terjadi pada laki-laki saja, perempuan pun mengalaminya. Apa jadinya jika hanya laki-laki saja yang harus “tegar” sementara perempuan boleh “lemah” (karena sering juga saya mendengar “menangis” itu hanya boleh ditunjukkan oleh kaum perempuan, tapi boleh begitu juga bukan karena manfaatnya, tapi lebih kepada labelling nya yang menunjukkan “lemah” itu menjadi trade mark nya kaum perempuan).
Airmata dalam tangisan itu tidak ada hubungannya dengan tegar atau lemah, tapi tentu saja penggunaannya harus semestinya, sehingga manfaatnya juga akan terasa buat kita tanpa mengganggu sekitar kita tentu saja.
sumber : http://kesehatan.kompasiana.com/group/kejiwaan/2010/10/10/ketika-menangis-itu-tidak-identik-dengan-lemah/
0 comments:
Post a Comment